Mig33 in Love (Part 2)
Ini cerita kelanjutan Mig33 in Love. Kami sama-sama renggang, terlihat dari status kami. Aku meng-update status "Saatnya tinggalin mig" sedangkan dia meng-update "Vakum". Aku pikir akan berhenti sampai disini. Tak tahunya masih ada kelanjutan ceritanya.
Dia meneleponku, seperti biasanya pula curhat masalah Dini. Kenapa pula harus selalu cerita masalah Dini. Ahh... mungkin dia tak mengerti. Curhatan demi curhatan kudengarkan, seolah-olah menjadi pendengar setia. Masukan-masukan kuberikan, memberi solusi yang sekiranya kuanggap baik. Tapi kadang ku melamun sembari berpikir.
"Wid, kok diem??"
"Eh, engga kok kag" mencoba menutupi kegundahan.
Diam bukan berarti tak tahu. Diam bukan berarti tak mendengarkan. Diam juga berarti berpikir. Setelah hilang dan lega dengan masalahnya dengan Dini, hilang pula dia dari hidupku. Ah.. bukan hilang, tepatnya tak pernah menghubungiku.
Ini yang kubenci, orang-orang seenaknya datang ketika mereka lagi butuh. Setelah itupun kembali lagi saat butuh lagi. Kenapa?? Kenapa disaat tak ada masalah, tak pernah menyapaku? Bahkan sekedar menanyakan kabar, "Apa kabar kau disana?".
Yang aku bicarakan ternyata benar terjadi lagi. Dia datang lagi, kali ini bukan masalah berantemnya dengan Dini. Kali ini dia datang dengan wajah yang ceria, bahkan terlalu bahagia, terlihat dari cara bicaranya. Wanita baru dihidupnya, tepat sekali. Seperti itu pula yang dia ceritakan padaku.
"Kag udah lama kenal dia??"
"Udah sih, tapi...."
"Kenapa gag cerita ke Wid??"
"Bukan begitu...."
Bla...bla...bla dia menceritakannya. Panjang sekali, sampai rasanya membuat kantuk. Hemm, ngantuk atau bosan?? Bosan atau memang tak suka?? Tak tahulah, yang pasti aku geram. Mungkin saja dia telah lupa bahwa ada setitik rasa. Rasa yang seharusnya tak pernah terjadi diantara kami.
Yang terakhir ini yang sangat membuatku geram. Kedatangannya membuatku tak suka. Entah kenapa, sampai aku berani mengatakan semuanya. Membongkar semuanya. Bukan niat untuk menunjukkan kebaikan-kebaikanku selama ini. Hanya saja sudah tak kuat menahan di dalam hati.
"Kag, kenapa sih harus muncul di hidup Wid??"
"Lho?? Kenapa?? Wid gag suka??"
"Kag pikir dengan datangnya Kag dihidup Wid lagi, dengan membawa kisah baru Wid bisa kuat??"
"Maksud Wiwid?"
"Kag cerita masalah Dini ke Wid. Tapi Kag gag bisa kan cerita kehadiran Wid ke Dini??"
"Kag bisa menjaga perasaan Dini tapi Kag gag bisa kan jaga perasaan Wid??"
"Maksud Wid??"
"Aku pikir Kag mengerti"
"Kag juga cerita masalah Mbak Lia ke Wid"
Kemudian mereka sama-sama diam. Hening sejenak. Tanpa kata...
"Oh.. Kag mengerti"
"Kag memang salah, selalu cerita masalah Dini dan mbak Lia ke Wid"
"Tanpa Kag tahu sebenarnya Kag nyakitin Wid"
"Tapi bukan itu...."
"Kag, Wid kurang apa sih??"
"Wid gag kurang apa-apa. Bahkan Wid terlalu baik buat Kakag. Wid mengerti Kakag, Wid bisa berpikir dewasa".
"Dan ini memang salah Kakag, tak pernah bisa ngertiin Wid"
"Kag minta maaf Wid"
"Udahlah kag... Wid juga udah maapin kakag. Hanya saja Wid ingat lagi ketika Kakag muncul lagi di hidup Wid"
"Wid minta nggak usah hubungi Wid lagi"
"Tapi Wid..."
"Kag... Wid mohon. Biarkan masing-masing berjalan pada jalannya sendiri-sendiri"
"Kalau itu memang mau Wid. Oke, kag nggak akan ganggu Wid lagi. Tapi satu hal yang harus Wid tahu. Kag nggak mudah hapus perasaan Kag ke Wid"
Keduanya berpisah. Tak pernah ada kata lagi. Meskipun terkadang masing-masing online di mig33, bahkan ketika kami tahu, status available yang menyala. Tapi memang udah kesepatan kami, tak pernah ada kata lagi, bahkan hingga detik ini...
Dia meneleponku, seperti biasanya pula curhat masalah Dini. Kenapa pula harus selalu cerita masalah Dini. Ahh... mungkin dia tak mengerti. Curhatan demi curhatan kudengarkan, seolah-olah menjadi pendengar setia. Masukan-masukan kuberikan, memberi solusi yang sekiranya kuanggap baik. Tapi kadang ku melamun sembari berpikir.
"Wid, kok diem??"
"Eh, engga kok kag" mencoba menutupi kegundahan.
Diam bukan berarti tak tahu. Diam bukan berarti tak mendengarkan. Diam juga berarti berpikir. Setelah hilang dan lega dengan masalahnya dengan Dini, hilang pula dia dari hidupku. Ah.. bukan hilang, tepatnya tak pernah menghubungiku.
Ini yang kubenci, orang-orang seenaknya datang ketika mereka lagi butuh. Setelah itupun kembali lagi saat butuh lagi. Kenapa?? Kenapa disaat tak ada masalah, tak pernah menyapaku? Bahkan sekedar menanyakan kabar, "Apa kabar kau disana?".
Yang aku bicarakan ternyata benar terjadi lagi. Dia datang lagi, kali ini bukan masalah berantemnya dengan Dini. Kali ini dia datang dengan wajah yang ceria, bahkan terlalu bahagia, terlihat dari cara bicaranya. Wanita baru dihidupnya, tepat sekali. Seperti itu pula yang dia ceritakan padaku.
"Kag udah lama kenal dia??"
"Udah sih, tapi...."
"Kenapa gag cerita ke Wid??"
"Bukan begitu...."
Bla...bla...bla dia menceritakannya. Panjang sekali, sampai rasanya membuat kantuk. Hemm, ngantuk atau bosan?? Bosan atau memang tak suka?? Tak tahulah, yang pasti aku geram. Mungkin saja dia telah lupa bahwa ada setitik rasa. Rasa yang seharusnya tak pernah terjadi diantara kami.
Yang terakhir ini yang sangat membuatku geram. Kedatangannya membuatku tak suka. Entah kenapa, sampai aku berani mengatakan semuanya. Membongkar semuanya. Bukan niat untuk menunjukkan kebaikan-kebaikanku selama ini. Hanya saja sudah tak kuat menahan di dalam hati.
"Kag, kenapa sih harus muncul di hidup Wid??"
"Lho?? Kenapa?? Wid gag suka??"
"Kag pikir dengan datangnya Kag dihidup Wid lagi, dengan membawa kisah baru Wid bisa kuat??"
"Maksud Wiwid?"
"Kag cerita masalah Dini ke Wid. Tapi Kag gag bisa kan cerita kehadiran Wid ke Dini??"
"Kag bisa menjaga perasaan Dini tapi Kag gag bisa kan jaga perasaan Wid??"
"Maksud Wid??"
"Aku pikir Kag mengerti"
"Kag juga cerita masalah Mbak Lia ke Wid"
Kemudian mereka sama-sama diam. Hening sejenak. Tanpa kata...
"Oh.. Kag mengerti"
"Kag memang salah, selalu cerita masalah Dini dan mbak Lia ke Wid"
"Tanpa Kag tahu sebenarnya Kag nyakitin Wid"
"Tapi bukan itu...."
"Kag, Wid kurang apa sih??"
"Wid gag kurang apa-apa. Bahkan Wid terlalu baik buat Kakag. Wid mengerti Kakag, Wid bisa berpikir dewasa".
"Dan ini memang salah Kakag, tak pernah bisa ngertiin Wid"
"Kag minta maaf Wid"
"Udahlah kag... Wid juga udah maapin kakag. Hanya saja Wid ingat lagi ketika Kakag muncul lagi di hidup Wid"
"Wid minta nggak usah hubungi Wid lagi"
"Tapi Wid..."
"Kag... Wid mohon. Biarkan masing-masing berjalan pada jalannya sendiri-sendiri"
"Kalau itu memang mau Wid. Oke, kag nggak akan ganggu Wid lagi. Tapi satu hal yang harus Wid tahu. Kag nggak mudah hapus perasaan Kag ke Wid"
Keduanya berpisah. Tak pernah ada kata lagi. Meskipun terkadang masing-masing online di mig33, bahkan ketika kami tahu, status available yang menyala. Tapi memang udah kesepatan kami, tak pernah ada kata lagi, bahkan hingga detik ini...
♥♥__ The End __♥♥