Migas Untuk Kesejahteraan Rakyat

Migas seakan-akan menjadi sang primadona pendapatan negara ketika awal masa pembangunan di Indonesia. Dari pendapatan ini untuk membiayai pembangunan dan aktivitas pemerintahan. Hal ini dikarenakan Indonesia adalah negara pengekspor minyak.

Namun sayang sekali, dengan semakin majunya perekonomian serta aktivitas industri, posisi Indonesia sebagai negara pengekspor minyak perlahan-lahan bergeser menjadi negara pengimpor minyak.

Masih ingat ketika pemerintah mengisyaratkan kenaikan harga BBM? Begitu juga ketika acara berita di televisi selalu mempertontonkan para ibu yang mengantri membeli beberapa liter minyak atau gas untuk keperluan dapur mereka. Kenaikan harga BBM yang dipicu oleh semakin tingginya harga minyak mentah dunia. Secara otomatis pula harga barang-barang kebutuhan meningkat pula. Hal ini tentu saja memberatkan masyarakat.

Bukankah dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 jelas tertera :
"Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah milik negara yang akan dipergunakan untuk sebanyak-banyaknya kemakmuran rakyat".
Jadi sudah selayaknya apabila pengelolaan kekayaan alam Indonesia wajib berpedoman pada pasal tersebut.

Ada apa dengan pengelolaan migas Indonesia? Bukankah pemerintah seharusnya mengelola secara akuntabel, berdasarkan ekonomi kerakyatan dan kepastian hukum? Benarkah dalam pengelolaan tersebut terdapat penyimpangan??

Ada baiknya perlu diadakan penyempurnaan perundang-undangan yang memungkinkan masyarakat ikut berpatisipasi dalam pengelolaan migas di Indonesia. Masyarakat melalu parlemen dapat menyampaikan pemikiran dan informasi yang berguna agar pengelolaan migas dapat dilakukan secara akuntabel, efisien dan efektif. Karena pada dasarnya Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan untuk rakyat.